Subscribe Us

Alumni Al Ma'waa Sumberpucung Sukses Kuliah di Libia Timur Tengah


TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG– Salah satu alumni pondok pesantren Al-Ma’waa Sumberpucung sukses kuliah di Timur Tengah adalah  Mujahid Mutaqabbala.  Saat ini di asrama Universitas, Zliten, Libia. Kesuksesan santri tersebut dijelaskan mundir Pondok Pesantren Al-Ma’waa  ustadz Hadi Santosa S.Pd.

Hal ini, kata ustadz Hadi merupakan komitmen pondok Al Ma’waa agar bisa terus mencetak generasi emas. Seperti santri Mujadid memang santri yang unggul dalam berbagai bidang terutama Al Qur’an. Bahkan Mujahid sudah hafal 30 juz. Kemudian mendapat beasiswa di Timur Tengah tepatnya di Libia.

Beasiswa ini didapat dari program ustadz Adi Hidayat yang full gratis. “Dulunya ketika dipondok pun Mujahid tak jauh beda dengan Yuan. Dia ketika bertemu saya pasti memberikan banyak sekali pertanyaan yang memang telah disiapkannya. Dan yang paling saya ingat yaitu ketika bulan ramadhan, saat itu saya melihat Mujahid sangat bersungguh-sungguh dalam i’tikaf, hal ini yang menjadi Mujahid istimewa diantara santri santri yang lain,” ujar Ketua PCM Sumberpucung ini.

Iqbal bersama teman-temannya di Universitas, Zliten, Libia


Menurut ustadz Hadi dengan adanya alumni seperti Mujahid diharapkan semua lulusan pondok pesantren Al-Ma’waa bisa mengikuti langkah suksesnya. Karena memang pondok pesantren Al-Ma’waa memiliki program khusus , yakni hafidz Al Qur’an mutqin.

Program ini ditunjang dengan adanya metode UMMI yang sanggat dibanggakan. Sehingga menjadi dasar bagi para santri ketika lulus dari pondok.

“Harapannya  meski tak menghafal 30 juz tapi hanya mampu 5 juz itu tidak mengapa. Dari 5 juz itu  para santri minimal bisa khutbah, menjadi imam di desanya. Sehingga dia tidak hanya hafal, tapi bisa bermanfaat bagi dirinya terutama bagi seluruh masyarakat. Karena memang mengacu pada tujuan agama islam yang memang rahmatan lil alamin, rahmat bafi seluruh alam,” kata ustadz Hadi.

Sementara itu, Mujahid Mutaqabbala  akrab dipanggil Iqbal mengatakan kuliah di Libia sementara masih di Fakultas Ushuluddin, jurusan Ushuluddin. Mungkin jika di Indonesia, setara dengan jurusan dirosah islamiyyah. Alasan memilih jurusan ini, adalah karena jurusan ini terbilang umum, dan mempelajari dasar ilmu agama.

Juga di satu sisi, ketika belajar di Timur Tengah, tentunya tidak mencukupkan dengan dasr yang ada di jami’ah. Akan tetapi juga menyibukkan diri dengan ikut halaqah Qur’an dan dars para Masyayikh di masjid jami’.

“Tentunya kami mengikuti arahan dari pihak yang mendatangkan kami, dan menjamin beasiswa, yang mana beliau adalah amid fakultas Ushuluddin itu sendiri,” ucap iqbal.

Iqbal mersama mahasiswa lainnya di Universitas, Zliten, Libia


Nah, kata Iqbal sekarang  masih memasuki semester pertama, karena dua semester awal masih memfokuskan untuk menyelesaikan kelas bahasa.

Untuk kegiatan, setidaknya ada empat kelompok kegiatan. Pertama Dars di jami’ah, bada shubuh sampai asar, kedua Halaqah Al-Qur’an, bada Dzuhur sampai asar, ketiga Dars tambahan, bada isya’ selama sekitar 2 jam, dank e-empat Dars mudzakarah, sepekan sekali, sekitar satu jam.

Dari semua kegiatan di atas, dua diantara-Nya wajib di-ikuti. Sisanya bersifat tambahan bagi yang berminat saja. Bukan hanya itu, Iqbal menerangkan  bagaimana prosesnya hingga mendapat beasiswa di Timur Tengah.

”Sebenarnya menuntut ilmu di Timur Tengah bukanlah tujuan. Tentunya kita dapati ma’had di Indonesia yang mengajarkan kurikulum yang tidak jauh berbeda dengan yang diajarkan di sini. Di satu sisi adalah anugerah dari Allah, di sisi lain ketika kita memiliki keinginan, insya Allah ada jalan. Kemudahan media informasi dan komunikasi mempermudah kita untuk mendapatkan informasi beasiswa termasuk yang sedang saya jalani, yaitu Libia. Juga tak terlepas dari peran orang tua dan asatid, yang turut memberikan support berupa motivasi dan informasi yang saya perlukan,” ucap Iqbal.

Iqbal menceritakan kesan ketika berada di pondok pesantren Al-Ma’waa. “Masa-masa di pondok terutama masa SMP, adalah masa yang tak terlupakan. Ibarat ketika disandingkan dengan siroh baginda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, masa masa itu adalah ketika diturunkannya surah Al Muzammil, ayat demi ayat yang ada dalam surah Muzammil mayoritas berisi penyemangat diri, dan teguran bagi diri sendiri,” kenang Iqbal.  

Tentunya relate dengan dunia Ma’had yang tidak terlalu banyak urusan. Setiap hari hanya disibukkan dengan tilawah, sekolah. Ternyata itu adalah masa emas, seiring bertambahnya usia, bertambah pula tanggung jawab dan kesibukan, dan sulit kiranya mengulang, waktu waktu bersama Al Qur’an dan ilmu.

Setelah lulus dari Timur Tengah Iqbal akan berusaha tetap berkontribusi dengan pondok pesantren Al-Ma’waa. Karena ilmu adalah harta, nishabnya adalah amal, dan zakatnya adalah mengajarkan kepada orang lain. Dengan atau tanpa kita, Al-Qur’an akan tetap di-imani, tetap dihafal, tetap difahami, tetap diamalkan.

 “Bertaqwa kepada Allah, Insyaallah Allah yang akan menuntun kita. Semangat bertaqwa, semangat menuntut ilmu. Dan jangan hanya menjadikan tempat, atau lembaga sebagai tujuan akan tetapi jadikanlah keingintahuan sebagai motivasi mendasar untuk menuntut ilmu. (ca’ hud/hamara)

Posting Komentar

0 Komentar